Problema Morfologi dalam Bahasa Indonesia
Problema Morfologi dalam Bahasa Indonesia
Pemakaian kata dalam bahasa Indonesia juga menimbulkan berbagai macam problema. Terdapat tujuh pengelompokan problema, sebagai berikut:
Pemakaian kata dalam bahasa Indonesia juga menimbulkan berbagai macam problema. Terdapat tujuh pengelompokan problema, sebagai berikut:
1.
Problema
Akibat Bentukan Baru
Problema ini ditandai
dengan terdapatnya kontruksi berupa (prefiks + prefiks + bentuk dasar + sufiks).
Hal yang demikian tidak ditemukan sebelumnya. Pembentuka kata tidak dilakukan
secara serentak, namun dengan bertahap. Contoh: Keberhasilan
Keberhasilan


↙↘
{ber-} {hasil}
2.
Problema
Akibat Kontaminasi
Kontaminasi merupakan
gejala bahasa yang mengacaukan kontruksi kebahasaan. Dua kontruksi yang
mestinya berdiri sendiri secara terpisah kini dipadukan dan berakibat menjadi
kacau. Misalnya kontruksi “diperlebarkan” yang mestinya berdiri sendiri
“diperlebar” atau”dilebarkan”.
3.
Problema
Akibat Unsur Serapan
Adanya unsur bahasa
asing yang terserap ke dalam bahasa Indonesia juga membuat problema tersendiri.
Misalnya pada bentuk kata data-data, datum-datum, fakta-fakta,
faktum-faktum yang berasal dari bahasa latin yang berarti jamak dan
tunggal. Ternyata yang berhasil diserap ke dalam bahasa Indonesia hanya bentuk
jamaknya saja, yaitu data dan fakta. Oleh karena itu, bentuk data, fakta,
dianggap sebagai bentuk tunggal. Kata data-data dan fakta-fakta dianggap benar,
sedangkan datum-datum dan faktum-faktum dianggap salah.
4.
Probema
Akibat Analogi
Analogi merupakan
bentukan bahasa dengan menurut contoh yang sudah ada. Sebagai contoh pada
bentuk ketidakadilan, kita dapat membentuk kontruksi ketidakberesan,
ketidakbaikan, dan seterusnya. Kata serapan juga ada yang dianalogikan secara
salah. Misalnya pada kata alternative dijadikan alternasi sebagai akibat
analogi yang salah terhadap bentuk produktif dan produksi, kompetitif dan
kompetisi, edukatif dan edukasi. Bentuk yang berakhiran dengan if biasanya
berkelas kata sifat, sedangkan yang berakhiran si biasanya berkelas kata benda.
5.
Problema
Akibat Perlakuan Kluster
Kluster atau konsonan
rangkap mengundang problema tersendiri dalam pembentukan kata bahasa Indonesia.
Hal ini disebabkan bahwa kata bahasa Indonesia asli tidak mengenal kluster.
Kata yang berkluster berasal dari unsur serapan. Apabila dibentuk dengan afiks
yang bernasal misalnya {meN-(kan/i)} dan {peN-(an)} akan menimbulkan problema.
Sebagai contoh:
I Memprogramkan
Mentraktir
Mentransfer
II Memrogramkan
Menraktir
Menransfer
Apabila menurut system bahasa Indonesia,
kita cenderung memilih deretan ke II. Tetapi terdapat beberapa kelemahannya,
antara lain:
a) Bentuk
serapan di atas berbeda sifatnya dengan bentuk dasar bahasa Indonesia asli,
yaitu konsonan rangkap dan tidak (walaupun keduanya berawal dengan k, p, t, dan
s)
b) Apabila
diluluhkan, kemungkinan besar akan menyulitkan penelusuran kembali bentuk
aslinya.
c) Ada
beberapa bentuk yang dapat menimbulkan kesalahpahaman arti
6.
Problema
Akibat Proses Morfologis Unsur Serapan
Masalah ini ada
kesamaan dengan masalah sebelumnya, yaitu berkenaan dengan perlakuan unsure
asing. Hanya saja yang menjadi tekanan di sini adalah proses morfologisnya. Misalnya
menterjemahkan dan menerjemahkan.
Pada dasarnya bentuk
serapan dapat dikelompokkan menjadi dua:
a. Bentuk
serapan yang sudah lama menjadi keluarga bahasa Indonesia sehingga sudah tidak
terasa lagi keasingannya
b. Bentuk
serapan yang masih baru sehingga masih terasa keasingannya
Bentuk serapan kelompok
pertama dapat diperlakukan secara penuh mengikuti system bahasa Indonesia,
sedangkan kelompok dua tidak. Dapat diketahui bentuk kata terjemah merupakan
kelompok pertama sehingga apabila bentuk terjemah digabungkan dengan {meN-kan}
akan menjadi menerjemahkan karena fonem [t] yang mengawali bentuk dasar akan
luluh.
7.
Problema
Akibat Perlakuan Bentuk Majemuk
Problema ini terlihat
pada persaingan pemakaian bentuk pertanggungjawaban dan pertanggungan jawab.
Pendapat pertama menganggap unsure-unsur bentuk tanggung jawab padu sehingga
tidak mungkin disisipi bentuk lain diantaranya. Sedangkan pendapat kedua menganggap
unsur-unsur bentuk tanggung jawab renggang sehingga memungkinkan disisipi bentuk
lain diantaranya (Chaer, 2007:136-140).
Komentar
Posting Komentar